Rabu, 12 September 2012

Rahasia Sukses Chairul Tanjung

Kisah sukses chairul tanjung bermula dari keadaan masa kecilnya yang serba sulit. Ia lahir pada masa transisi orde lama ke orde baru. Ia bersama orang tuanya dan ke enam saudaranya harus tinggal di sebuah losmen yang sempit.

Selepas menyelesaikan sekolahnya di SMA Boedi Oetomo pada tahun 1981, Chairul Tanjung melanjutkan kuliah di jurusan kedokteran gigi, fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Biaya masuk kuliah pada tahun 1981 sebesar Rp 75.000,00, dengan uang kuliah pertahun Rp 45.000,00. Biaya tersebut sudah sangat mahal ketika itu.

Rupanya, untuk membayar uang kuliah tersebut, sang ibu menggadaikan selembar kain halus. Sejak saat itu, Chairul Tanjung sangat terenyuh dan shock, ketika itulah Chairul Tanjung bersumpah tidak akan meminta uang lagi kepada orang tuanya.

Untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya, Chairul Tanjung mulai mencari uang sendiri dengan berbagai cara, seperti menjual stiker, buku, tas, kaus, sepatu, dan membuka jasa foto kopi bagi mahasiswa. Ia bekerja sama dengan pemilik mesin foto kopi dan meletakkannya ditempat yang strategis yaitu di bawah tangga kampus. Ia juga pernah mendirikan sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di bilangan Senen Raya Jakarta Pusat, tetapi bangkrut.

Setelah kuliah Chairul Tanjung pernah mendirikan PT. Pariarti Shindutama bersama 3 rekannya pada tahun 1987. Bermodal awal sebesar Rp 150.000,00 dari Bank Exim, mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk di ekspor ke luar negeri.

Keberuntungan berpihak kepada Chairul Tanjung, karena perusahaan tersebut langsung mendapatkan pesanan sebanyak 160.000 pasang sepatu dari Italia. Akan tetapi karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha, ia memutuskan untuk memisahkan diri dari rekan-rekannya, kemudian mendirikan usahanya sendiri.

Kepiawaian Chairul Tanjung dalam membangun jaringan sebagai pebisnis membuat bisnisnya semakin berkembang. Setelah jatuh bangun berbisnis selama bertahun-tahun ia membangun perusahaan Para Group. Lompatan besar bisnisnya bermula ketika ia memutuskan untuk mengambil alih kepemilikan Bnk Tugu, yang kemudian diganti nama menjadi Bank Mega pada tahun 1996.

Berkat tangan dingin Chairul Tanjung Bank kecil yang sedang sakit-sakitan yang sebelumnya dikelola oleh kelompok Bappindo itu kemudian disulap menjadi bank besar dan disegani. Akhirnya, bank inipun menjadi pilar penting dalam menopang bangunan Para Group. Adapun dua pilar lainnya adalah Trans TV dan Bandung Supermall.

Sebagai sosok pebisnis sukses yang kini langka, Chairul Tanjung di kalangan teman-teman dekatnya sering kali dijuluki sebagai The Last of The Mohicns. Sebutan ini mengacu pada sebuah judul film terkenal produksi hollywood yang menceritakan kisah penaklukan kaum kulit putih terhadap bangsa indian di Amerika Serikat. Akhirnya bangsa asli yang sebelumnya menjadi tuan tanah dan penguasa wilayah itu semakin terpinggirkan dan menjadi sosok langka.

Intinya adalah Chairul Tanjung tidaklah tergolong sebagai pengusaha dadakan yang sukses berkat kelihaiannya dalam membangun kedekatan dengan penguasa. Mengawali kiprah bisnis selagi kuliah di jurusan Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, sepuluh tahun kemudian ia telah memiliki sebuah kelompok usaha yang disebut Para Group. Kelompok usaha ini dibangun berawal dari modal yang diperoleh dari Bank Exim sebesar Rp 150.000.000,00. Bersama 3 rekannya yang lain, ia mendirikan pabrik sepatu anak-anak yang semua produknya diekspor. Dengan bekal kredit tersebut, ia membeli 20 mesin jahit merek Butterfly.

Kini Para Group mempunyai kerajaan bisnis yang mengandalkan pada 3 bisnis inti. Pertama, jasa keuangan, seperti Bank Mega, Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, dan Mega Kapital Indonesia. Kedua, media, gaya hidup, dan hiburan, seperti Trans TV dan Trans 7. Ketiga, berbasis sumberdaya alam, yakni kebun dan pengolahan kelapa sawit.

Saat ini Chairul Tanjung termasuk salah satu dari 7 orang kaya dunia asal indonesia. Ia juga satu-satunya pengusaha pengusaha pribumi yang masuk jajaran orang kaya dunia. Salah satu Para Group yang kini sedang melejit adalah Trans Corp. Trans TV dan Trans 7 yang bekerja sama dengan kelompok Kompas Gramedia dan Bank Mega menjadi usaha-usaha bisnis Trans Corp yang mengemuka dan dikenal di Indonesia.

Dalam berbisnis, Chairul Tanjung selalu percaya bahwa antara bisnis dan idealisme ada kaitannya. Ia menepis anggapan banyak orang bahwa bisnis dan idealisme berbeda. Sejak berbisnis ia berupaya menggabungkan segala sesuatunya dengan baik, sehingga akan mempunyai sustainability, yakni kemampuan untuk bertahan dalam jangka waktu panjang. Oleh karena itu, setiap bisnisnya selalu diupayakan agar berjalan baik di dunia bisnis maupun idealisme. Dengan begitu, tidak perlu dipertentangkan lagi antara bisnis dan idealisme.

Dalam bisnis, Chairul Tanjung berkeyakinan bahwa kuncinya adalah sabar dan mau menapaki tangga usaha satu persatu. Menurutnya, membangun sebuah bisnis tidak seperti membalikkan telapak tangan. Sebab, dibutuhkan sebuah kesabaran dan pantang menyerah. Jangan sampai seseorang mengambil jalan pintas, karena dalam dunia bisnis, kesabaran adalah salah satu kunci utama dalam mencuri hati pasar. Dan, membangun integritas dinilai penting bagi Chairul Tanjung. Sebenarnya, menurutnya, jika seseorang ingin segera mendapatkan hasil bisnis, itu dianggapnya manusiawi dan wajar. Namun, perlu disadari bahwa tidak semua hasil bisnis bisa diterima secara langsung.

Kamis, 06 September 2012

Kisah Sukses HONDA

Amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur pada kendaraan bermerek Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merek kendaran ini memang selalu menyesaki padatnya lalu lintas. Karena itu barangkali memang layak disebut sebagai raja jalanan.

Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri kerajaan bisnis Honda -- Soichiro Honda -- selalu diliputi kegagalan saat menjalani kehidupannya sejak kecil hingga berbuah lahirnya imperium bisnis mendunia itu. Dia bahkan tidak pernah bisa menyandang gelar insinyur.
Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.
Saat merintis bisnisnya, Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun, ia terus bermimpi dan bermimpi. Dan, impian itu akhirnya terjelma dengan bekal ketekunan dan kerja keras. ''Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya di sekitar mesin, motor dan sepeda,'' tutur Soichiro, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengidap lever.

Kecintaannya kepada mesin, jelas diwarisi dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah. Di kawasan inilah dia lahir. Kala sering bermain di bengkel, ayahnya selalu memberi catut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya. Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906 ini dapat berdiam diri berjam-jam. Tak seperti kawan sebayanya kala itu yang lebih banyak menghabiskan waktu bermain penuh suka cita. Dia memang menunjukan keunikan sejak awal.
Seperti misalnya kegiatan nekad yang dipilihnya pada usia 8 tahun, dengan bersepeda sejauh 10 mil. Itu dilakukan hanya karena ingin menyaksikan pesawat terbang.

Bersepada memang menjadi salah satu hobinya kala kanak-kanak. Dan buahnya, ketika 12 tahun, Soichiro Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Sampai saat itu, di benaknya belum muncul impian menjadi usahawan otomotif. Karena dia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya selalu rendah diri.

Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke kota, untuk bekerja di Hart Shokai Company. Bossnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari
perhatiannya. Enam tahun bekerja di situ, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, Saka Kibara mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.

Di Hamamatsu prestasi kerjanya kian membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu,jam kerjanya tak jarang hingga larut malam, dan terkadang sampai
subuh. Yang menarik, walau terus kerja lembur otak jeniusnya tetap kreatif.

Kejeniusannya membuahkan fenomena. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik untuk kepentingan meredam goncangan. Menyadari ini, Soichiro punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia.

Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang pertama. Setelah menciptakan ruji. Lalu Honda pun ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Mulai saat itu dia berpikir, spesialis apa yang dipilih ? Otaknya tertuju kepada
pembuatan ring piston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada 1938. Lalu, ditawarkannya karya itu ke sejumlah pabrikan otomotif. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring Piston buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu dan
menyesalkan dirinya keluar dari bengkel milik Saka Kibara. Akibat kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal ring pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin.

Siang hari, setelah pulang kuliah, dia langsung ke bengkel mempraktekkan pengetahuan yang baru diperoleh. Tetapi, setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. ''Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidakdiberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya,'' ujar Honda, yang diusia mudanya gandrung balap mobil. Kepada rektornya, ia jelaskan kuliahnya bukan mencari ijazah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan. Tapi dikeluarkan dari perguruan tinggi bukan akhir segalanya. Berkat kerja kerasnya, desain ring pinston-nya diterima pihak Toyota yang langsung memberikan kontrak. Ini membawa Honda berniat mendirikan pabrik. Impiannya untuk mendirikan pabrik mesinpun serasa kian dekat di pelupuk mata.

Tetapi malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana kepada masyarakat. Bukan Honda kalau menghadapi kegagalan lalu menyerah pasrah. Dia lalu nekad mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Namun lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar, bahkan hingga dua kali kejadian itu menimpanya. Honda tidak pernah patah semangat. Dia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, untuk digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Penderitaan sepertinya belum akan selesai. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik ring pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.

Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya akibat krisis moneter itu. Padahal dia ingin menjual mobil itu untuk membeli makanan bagi keluarganya.

Dalam keadaan terdesak, ia lalu kembali bermain-main dengan sepeda pancalnya. Karena memang nafasnya selalu berbau rekayasa mesin, dia pun memasang motor kecil pada sepeda itu. Siapa sangka, sepeda motor-- cikal bakal lahirnya mobil Honda -- itu diminati oleh para tetangga. Jadilah dia memproduksi sepeda bermotor itu. Para tetangga dan kerabatnya berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Lalu Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobilnya, menjadi raja jalanan dunia, termasuk Indonesia.

Semasa hidup Honda selalu menyatakan, jangan dulu melihat keberhasilanya dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. ''ORANG MELIHAT KESUKSESAN SAYA HANYA SATU PERSEN. TAPI, MEREKA TIDAK MELIHAT 99 PERSEN KEGAGALAN SAYA,'' tuturnya. Ia memberikan petuah, ''KETIKA ANDA MENGALAMI KEGAGALAN, MAKA SEGERALAH MULAI KEMBALI BERMIMPI. DAN MIMPIKANLAH MIMPI BARU.'' Jelas kisah Honda ini merupakan contoh, bahwa sukses itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, dan hanya berasal dari keluarga miskin.

Rabu, 05 September 2012

Purdi E. Chandra

Purdi E chandra lahir di Lampung pada 9 September 1959. Secara tak resmi ia sudah memulai bisnis sejak masih duduk di bangku SMP di Lampung, yakni ketika dirinya beternak ayam dan bebek, kemudian menjual telurnya di pasar.
Adapun binis resminya dimulai pada 10 Maret 1982, yaitu saat ia bersama teman-temannya mendirikan Lembaga Bimbingan Tes Primagama, kemudian menjdai bimbingan belajar primagama. Sewaktu mendirikan bisnis tersebut, Purdi E. Chandra masih tercatat sebagai mahasiswa di empat fakultas dari dua perguruan tinggi negeri Yogyakarta. Namun, karena merasa "tidak mendapatkan apa-apa", ia nekat meninggalkan dunia pendidikan untuk menggeluti bisnis.
Sejak saat itu, Purdi E. Chandra mulai menajamkan intuisi bisnisnya. Ia melihat tingginya antusiasme siswa SMA yang ingin masuk perguruan tinggi negeri yang punya nama, seperti UGM. Ini merupakan peluang bisnis yang cukup potensial, karena ia bisa membantu mereka menyelesaikan soal-soal ujian masuk an tinggi negeri, yang akhirnya membuatnya mendirikan Primagama.
Primagama didirikan oleh Purdi E. Chandra dari modal hasil menggadaikan motornya seharga Rp 300.000,-. Selanjutnya, ia menyewa tempat kecildan disekat menjadi dua. Muridnya hanya dua orang, itupun tetangga. Biaya les hanya Rp 50.000,- untuk dua bulan. Jika tidak ada les maka uangnya bisa dikembalikan.
Segala upaya dilakukan oleh Purdi E. Chandra untuk membangun usahanya. Dua tahun setelah itu, nama Primagama mulai dikenal. muridnya bertambah banyak. Setelah sukses, banyak yang meniru nama primagama. Ia berinovasi untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikannya ini.
"Sebenarnya yang membuat Primagama maju adalah adanya program jaminan diri," ungkap Purdi E. Chandra mengenai rahasia kesuksesannya dalam mengembangkan Primagama. Dan berkat kerja kerasnya selama ini Primagama masih menjadi market leader dalam bisnis bimbingan belajar, dengan lebih dari 700 outlet di seluruh Indonesia.
Bukan suatu kebetulan jika seorang pebisnis sukses identik dengan kenekatannya berhenti sekolah ataupun kuliah. Sungguh kesuksesan seseorang pebisnis sama sekali tidak ditentukan oleh gelar pendidikannya. Inilah yang dipercayai oleh Purdi E. Chandra ketika membangun usahanya.
Dengan jatuh bangun Purdi E. Chandra mengelola Primagama. Dari semula hanya satu outlet dengan hanya 2 murid, Primagama sedikit demi sedikit berkembang. Kini murid Primagama sudah menjadi lebih dari 100.000 orang pertahun. karena perkembangannya itu, akhirnya Primagama dikukuhkan sebagai Bimbingan Belajar terbesar di Indonesia oleh MURI (Museum rekor Indonesia).
Mengena bisnisnya Purdi E. Chandra mengaku banyak belajar dari ibunya. Sementara itu, ia belajar dari sang ayah dalam hal kepemimpinan dan organisasi lantaran sang ayah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepadanya. Bekal dari kedua orang tua Purdi E. Chandra tersebut semakinlengkap dengan dukungan dari sang istri, triningsih Kusuma Astuti dan kedua putranya, fesha dan Ziddan. Pada awal-awal berdirinya Primagama Purdi E. Chandra selalu ditemani oleh sang istri saat berkeliling kota di seluruh Indonesia untuk membuka cabang-cabang Primagama. Dan atas bantuan istrinya pula usaha tersebut semakin berkembang.
Saat ini, Primagama menjadi holding company yang membawahi lebih dari 20 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, seperti pendidikan formal, pendidikan nonformal, telekomunikasi, biro perjalanan, rumah makan, supermarket, asuransi, meubel, lapangan golf, dan lain sebagainya.
Walaupun kesibukannya sebagai pebisnis sangat tinggi, namun jiwa organisatoris Purdi E. Chandra tetap disalurkan di berbagai organisasi. Tercatat, ia pernah menjabat sebagai ktua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogyakarta, serta pengurus kamar dagang dan industri daerah DIY. Selain itu ia juga pernah tercatat sebagai anggota MPR RI utusan Daerah DIY.
Bagi Purdi E. Chandra dalam berbisnis, kemampuan otak kanan yang kreatif dan inovatif dianggapnya sudah memadai. banyak orang ragu berbisnis hanya lantaran terlalu pintar. Sebaliknya, orang yang dianggap bodoh oleh guru-guru formal karena nilainya jelek, justru melejit menjadi wirausaha sukses.
Kesuksesan Purdi E. chandra membuat Primagama beromset hampir 70 miliar pertahun, dengan 200 outlet di lebih 106 kota. Ia juga mendirikan IMKI, Restoran Sari Reja, Promarket, AMIKOM, Enterpreneur University, dan Sekolah Tinggi Psikologi yogyakarta.
Grup primagama pun merambah bidang radio, penerbitan, jasa wisata, retail, dan lain-lain. Semuanya itu diawali oleh keberanian mengambil resiko. Kini, Purdi E. Chandra lebih banyak lagi berdakwah tentang entrepreneurship. baginya Entrepreneur (pebisnis) sukses pastilah bisa menciptakan banyak lapangan pekerjaan. namun itu saja tidak cukup berarti bagi bangsa ini.
menurut Purdi E. Chandra kesalahan sistem pendidikan di Indonesia adalahkebanyakan lulusan baru mencari kerja, bukan menciptakan lapangan kerja. Dan mereka hanya menjadi pebisnis saat kepepet. Setelah mereka tidak diterima bekerja di mana-mana, mereka baru sadar dan akhirnya membuat usaha sendiri.
Semestinya kesadaran seperti ini bisa berlaku bagi orang-orang yang tidak kepepet. Alasanya jika mereka mau berusaha, mereka harus mempunyai modal dan keterampilan. Padahal tidaklah mutlak seperti itu. Saat yang tepat dalam berbisnis justru a tidak mempunyai apa-apa. ibaratnya, bila mereka memiliki ijazah, mereka masih dapat mencari kerja. Lain halnya dengan Purdi E. Chandra, ia tidak tergantung pada selembar ijazah. Sebab, seandainya ijazah ini dijaminkan di bank pun tidak bisa.
Sebagai pebisnis Purdi E. Chandra mempunyai visi mega entrepreneur. Artinya, seorang pebisnis bisa menciptakan pebisnis lainyya. jika pebisnis bisa menciptakan lapangan pekerjaan, itu sudah biasa. Namun, yang diupayakan oleh Purdi E. Chandra adalah ia harus bisa menciptkan banyak pebisnis, lapangan kerja yang tercipta juga lebih banyak lagi. Dan karyawan primagama pun diusahakan olehnya agar dapat menjadi pebisnis.
Purdi E. Chandra juga banyak bercermin dari kisah sukses para tokoh dunia yang membangun kesuksesannya dari mimpi, sebagaimana yang dilakukan oleh Galileo, thomas Alfa Edison, Einstein, dan lain-lain.